
Rahasia Gelap di Balik Efisiensi: Hilangnya Kepercayaan Karyawan
“Saya merasa tidak lagi bisa percaya pada leader dan perusahaan tempat saya bekerja…”
Kalimat ini bukan sekadar keluhan individu. Ia muncul berulang kali ketika organisasi mengejar efisiensi terlalu cepat, tanpa memberi ruang bagi tim untuk beradaptasi. Perubahan dipercepat, alur dipangkas, target ditambah, teknologi diterapkan, semua ini membuat karyawan merasa terburu-buru dan kadang kehilangan arah.
Ketika kepercayaan hilang, bukan hanya keyakinan pada pimpinan yang runtuh. Energi tim menipis, komitmen luntur, dan masa depan organisasi pun ikut terancam. Efisiensi yang seharusnya “memperkuat” organisasi justru bisa menjadi bumerang.
Dampak Runtuhnya Kepercayaan
Kepercayaan bukan sekadar “nilai moral”. Data menunjukkan dampaknya sangat nyata:
📉 Studi American Psychological Association menunjukkan rendahnya kepercayaan di tempat kerja bisa menurunkan kinerja karyawan hingga 40%.
📉 Menurut Society for Human Resource Management (SHRM), risiko turnover meningkat hingga 35% ketika kepercayaan memudar.
⚠️ Dampak lainnya: keterlibatan menurun, kolaborasi rusak, budaya kerja memburuk, dan masa depan organisasi melemah.
Contoh nyata: North West Airlines pernah kolaps karena rendahnya kepercayaan antara manajemen dan karyawan. Sahamnya anjlok 30% dalam beberapa tahun. Efisiensi yang seharusnya “menyelamatkan”, justru menjadi bumerang.
Tantangan Manajemen: Mengembalikan Kepercayaan di Tengah Tekanan Efisiensi
Pertanyaannya sederhana:
"Bagaimana mengembalikan kepercayaan karyawan di tengah tekanan efisiensi?"
Jawabannya: membangun resilience. Bukan sekadar “tahan banting,” tapi melalui langkah-langkah nyata:
- Transparansi: Jujur soal alasan, keputusan, dan dampaknya.
- Konsistensi: Selaras antara kata dan tindakan pemimpin.
- Empati & Mendengar: Hadir, mengakui suara karyawan, dan merespons dengan peduli.
- Berani Akui Kesalahan: Belajar bersama, bukan menyalahkan.
- Seimbang: Menjaga efisiensi tanpa mengorbankan kemanusiaan.
Efisiensi Cepat Bisa Membuat Ragu, Tetapi Resilience Menjadi Kunci
Tidak mengherankan jika karyawan ragu saat perubahan dan efisiensi diterapkan terlalu cepat. Target yang dipercepat, alur kerja yang dipangkas, teknologi baru yang langsung diterapkan dapat menimbulkan stres, kecemasan, bahkan skeptisisme terhadap manajemen.
Di sinilah resilience menjadi pembeda. Resilience memungkinkan organisasi menjaga pijakan tetap kokoh di tengah tekanan efisiensi, membantu tim menemukan kekuatannya, tetap produktif, dan secara bertahap membangun kembali kepercayaan yang sempat terkikis.
Organisasi yang tangguh tidak hanya mampu bertahan menghadapi efisiensi, tetapi juga belajar dari setiap tantangan, menemukan cara untuk tumbuh, dan menjaga hubungan dengan tim tetap sehat dan kolaboratif.
Ikuti Online Workshop Gtrust Consultancy
Pelajari strategi membangun resilience untuk mengembalikan kepercayaan tim di tengah tekanan efisiensi bersama Mas Angga Simamora sebagai VP Human Resources & General Affair di Moladin.
Stronger Through Challenges: Building Resilience Where Efficiency Never Stops
📅 Selasa, 16 September 2025
🕖 19.00–21.00 WIB
💻 Online via Zoom
Daftar sekarang: http://bit.ly/StrongerThroughChallenges
Mari bergabung dalam ruang belajar yang reflektif, praktis, dan penuh makna agar organisasi kita bisa tetap efisien, tangguh, dan manusiawi.