image
  • By Septina Muslimah
  • 03 Nov 2025

Experiential Learning, Metode Belajar Paling Efektif Melalui Pengalaman Nyata

Pernahkah merasa bahwa pelajaran paling melekat justru bukan dari buku atau kelas, tetapi dari pengalaman nyata yang Anda jalani sendiri? Di dunia kerja yang terus berubah, kemampuan untuk belajar dari pengalaman menjadi kunci agar individu dan tim tetap relevan dan berkembang.

Pendekatan ini dikenal sebagai experiential learning, yaitu cara belajar yang menempatkan pengalaman sebagai sumber utama pembelajaran. Artikel ini akan membahas apa itu experiential learning, prinsip-prinsipnya, model dan gaya belajar dalam experiential learning, tahapan praktiknya, dan contoh penerapannya.

Apa itu Experiential Learning?

Experiential learning adalah teori belajar yang menekankan belajar melalui pengalaman langsung. Dalam pendekatan ini, peserta menjadi aktor utama dalam proses pembelajaran, membangun pengetahuan melalui siklus berkelanjutan seperti eksplorasi, refleksi, analisis, dan penyimpulan.

Menurut David A. Kolb, experiential learning adalah “proses di mana pengetahuan tercipta melalui transformasi pengalaman.” Artinya, pengetahuan muncul dari kombinasi kemampuan untuk memahami dan mengolah pengalaman itu sendiri.

Dengan terlibat langsung dalam experiential learning, peserta belajar secara relevan melalui pengalaman nyata, menjembatani teori dan praktik, dan menerapkan pembelajaran di luar ruang formal

Pendekatan ini terbukti meningkatkan keterlibatan peserta, memperkuat efektivitas pembelajaran, dan mengasah keterampilan kerja maupun kehidupan sehari-hari.

Prinsip-Prinsip Experiential Learning 

Berbeda dengan pembelajaran tradisional yang sering membuat peserta bersaing, kurang terlibat, atau kehilangan motivasi, experiential learning justru mendorong kolaborasi, refleksi, dan keterlibatan aktif.

Instruktur berperan sebagai fasilitator, bukan pengarah utama. Fokusnya adalah menciptakan pengalaman yang otentik, relevan, dan mendorong peserta berperan aktif.

Beberapa prinsip utama experiential learning menurut Association for Experiential Education (2011):

  • Pengalaman yang dipilih secara cermat harus didukung refleksi, analisis, dan penyimpulan.
  • Peserta mengambil inisiatif, membuat keputusan, dan bertanggung jawab atas hasilnya.
  • Peserta aktif bertanya, meneliti, bereksperimen, memecahkan masalah, dan membangun makna.
  • Keterlibatan peserta bersifat intelektual, emosional, sosial, spiritual, dan fisik.
  • Hasil pembelajaran bersifat personal dan menjadi dasar pengalaman berikutnya.
  • Hubungan sehat terbangun antara peserta dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia sekitar.
  • Fasilitator dan peserta sama-sama mengalami keberhasilan, kegagalan, risiko, dan ketidakpastian.
  • Ruang diberikan untuk mengeksplorasi nilai-nilai pribadi.
  • Fasilitator menyiapkan pengalaman, memunculkan pertanyaan, menjaga keamanan, dan memfasilitasi proses belajar.
  • Fasilitator mendorong peluang belajar spontan dan sadar akan bias yang bisa memengaruhi proses.
  • Desain pengalaman memungkinkan belajar dari konsekuensi alami, kesalahan, maupun keberhasilan.

Model Pembelajaran Experiential Learning 

Cara setiap orang menjalani siklus belajar berbeda-beda. Faktor seperti kepribadian, latar belakang pendidikan, pengalaman profesional, budaya, dan kemampuan beradaptasi memengaruhi bagaimana seseorang memanfaatkan setiap tahap dalam proses belajar.

Kolb Experiential Learning Profile (KELP) menggambarkan sembilan gaya belajar yang menunjukkan cara seseorang menavigasi siklus belajar yang disebut Experiential Learning Styles.

Berbeda dari tipe-tipe kepribadian yang menggambarkan sifat bawaan, gaya belajar lebih mencerminkan kebiasaan atau pola stabil dalam belajar dan menjalani hidup saat seseorang cenderung nyaman dengan beberapa cara belajar tertentu dan kurang menggunakan cara lainnya.

Berikut sembilan model belajar atau metode experiential learning:

1. Experiencing

Fokus pada merasakan, dengan keseimbangan antara bertindak dan merefleksikan, serta sedikit waktu untuk berpikir panjang. Orang dengan gaya ini hangat, intuitif, mudah terhubung dengan orang lain, dan unggul dalam kerja tim. Mereka nyaman mengekspresikan emosi dan membangun kepercayaan.

2. Imagining

Menekankan pada merasakan dan merefleksikan, dengan sedikit waktu untuk memutuskan. Orang dengan gaya ini peduli, kreatif, empatik, dan memiliki kesadaran diri tinggi. Mereka nyaman dalam situasi yang ambigu, suka membantu orang lain, serta mampu membayangkan kemungkinan dan ide baru.

3. Reflecting

Fokus pada refleksi mendalam, memadukan perasaan dan pikiran, dengan sedikit tindakan langsung. Mereka yang bergaya ini sabar, hati-hati, dan terbuka. Mereka suka mendengarkan, mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, serta melihat situasi dari banyak sudut pandang.

4. Analyzing

Belajar melalui berpikir dan merefleksikan, dengan sedikit inisiatif untuk bertindak cepat. Orang dengan gaya ini sistematis, teliti, dan logis. Mereka merencanakan langkah dengan matang, memadukan informasi secara menyeluruh, dan berpikir kritis untuk memahami masalah secara mendalam.

5. Thinking

Fokus pada berpikir logis, menyeimbangkan refleksi dan tindakan, dengan sedikit keterlibatan emosional. Mereka cenderung skeptis, terstruktur, dan objektif. Pandai menggunakan data kuantitatif untuk menganalisis masalah dan membuat keputusan secara independen.

6. Deciding

Mengutamakan berpikir dan bertindak, dengan sedikit waktu untuk berimajinasi. Orang dengan gaya ini realistis, tegas, dan berorientasi hasil. Mereka pandai mencari solusi praktis dan menetapkan tujuan yang jelas.

7. Acting

Menggabungkan perasaan dan pikiran untuk segera bertindak, dengan sedikit refleksi. Mereka yang memiliki gaya ini tangguh, berani, disiplin, dan berorientasi pada pencapaian. Mereka mampu bertindak cepat dan menyelesaikan target dengan sumber daya terbatas.

8. Initiating

Menekankan perasaan dan tindakan untuk memulai sesuatu, dengan sedikit perhatian pada analisis mendalam. Orang dengan gaya ini spontan, bersemangat, dan tidak takut gagal. Mereka cepat menangkap peluang dan suka mencoba hal baru.

9. Balancing

Cenderung menyesuaikan diri antara dua kutub: merasakan–berpikir dan bertindak–merefleksikan. Gaya ini membuat seseorang mampu melihat area buta dalam situasi, menjembatani perbedaan antarindividu, serta mudah beradaptasi dengan prioritas yang berubah.

Siklus Experiential Learning Menurut David Kolb

David Kolb menggambarkan experiential learning sebagai sebuah siklus berulang melalui pengalaman, refleksi, pemahaman, dan tindakan saling terhubung membentuk proses belajar yang berkelanjutan. Berikut penjelasan empat tahapnya:

1. Concrete Experience - Mengalami Secara Langsung

Tahap ini adalah saat kita benar-benar terjun dalam pengalaman nyata. Di sinilah kita mencoba hal baru, menghadapi tantangan, dan keluar dari zona nyaman. Pengalaman ini bisa muncul di kehidupan pribadi maupun profesional mulai dari proyek kerja, interaksi dengan orang lain, hingga situasi yang tidak terduga. Melalui pengalaman inilah kita belajar dari keberhasilan maupun kegagalan yang kita alami sendiri. 

2. Reflective Observation - Merefleksikan Pengalaman 

Setelah mengalami sesuatu, tahap berikutnya adalah berhenti sejenak untuk merenung. Kita meninjau kembali apa yang terjadi baik tindakan maupun perasaan yang muncul. Pada tahap refleksi ini, kita bertanya: Apa yang berjalan dengan baik? Apa yang bisa dilakukan lebih baik? Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman ini, termasuk dari orang lain? Refleksi membuka ruang untuk melihat pengalaman dengan lebih jernih dan menemukan maknanya. 

3. Abstract Conceptualization - Menyusun Pembelajaran 

Setelah memahami apa yang terjadi, kita mulai menyusun konsep dan pembelajaran dari pengalaman tersebut. Ini adalah saat kita mengenali pola, menarik kesimpulan, dan merancang strategi baru. Tahap ini mendorong kita untuk berpikir kritis dan menyusun rencana tentang apa yang akan dilakukan secara berbeda di kesempatan berikutnya. 

4. Active Experimentation – Mencoba dan Menerapkan 

Tahap terakhir adalah menguji ide dan rencana baru yang telah disusun sebelumnya. Di sini, kita menerapkan pembelajaran ke dunia nyata, mencoba pendekatan baru, mengambil risiko kecil, dan melihat hasilnya. Tahap ini menutup satu siklus belajar sekaligus membuka awal dari siklus baru berikutnya, karena setiap pengalaman baru akan kembali menjadi bahan refleksi dan pembelajaran. 

Dengan memahami keempat tahap ini, kita menyadari bahwa learning bukan hanya soal memahami teori, melainkan tentang mengalami, merefleksikan, memahami, dan menerapkan terus berputar untuk menumbuhkan diri secara berkelanjutan.

Tahapan Praktis Experiential Learning Menurut Haynes & UC Davis

Selain David Kolb, Haynes (2007) dan UC Davis (2011) menambahkan langkah-langkah atau panduan praktis untuk membantu peserta mengalami proses belajar yang lebih reflektif dan kolaboratif dalam proses experiential learning.

1. Experiencing / Exploring: “Doing”

Pada tahap ini, peserta melakukan pengalaman langsung dengan sedikit atau tanpa arahan dari fasilitator. Contohnya: membuat sesuatu, melakukan simulasi atau role-play, mempresentasikan ide, memecahkan masalah, atau bermain permainan berbasis pembelajaran. Fokus utamanya bukan pada seberapa “baik” hasil kegiatan tersebut, melainkan apa yang peserta pelajari dari pengalaman itu sendiri.

2. Sharing / Reflecting: “What Happened?”

Peserta kemudian berbagi hasil, reaksi, dan pengamatan dari pengalaman yang mereka alami. Mereka juga mendengarkan pengalaman dan perasaan dari rekan lain. Tahap ini membantu peserta merefleksikan apa yang terjadi, menghubungkannya dengan pengalaman sebelumnya, dan menyiapkan pembelajaran untuk digunakan di masa mendatang.

3. Processing / Analyzing: “What’s Important?”

Peserta menganalisis dan mendiskusikan pengalaman secara lebih mendalam. Mereka menelaah bagaimana kegiatan berlangsung, tema atau tantangan apa yang muncul, dan bagaimana masalah diselesaikan. Tahap ini membantu peserta mengidentifikasi pola atau pelajaran penting yang dapat diterapkan dalam konteks belajar berikutnya.

4. Generalizing: “So What?”

Pada tahap ini, peserta menghubungkan pengalaman dengan dunia nyata. Mereka menemukan prinsip umum, nilai, atau kebenaran yang bisa diambil dari pengalaman. Ini adalah momen saat pembelajaran menjadi relevan dan bermakna karena terkait langsung dengan situasi yang mereka hadapi sehari-hari.

5. Application: “Now What?”

Tahap terakhir adalah menerapkan pembelajaran. Peserta mencoba menggunakan wawasan dan keterampilan baru dalam konteks berbeda atau serupa, serta mendiskusikan bagaimana proses yang baru dipelajari bisa diterapkan ke situasi lain.

Mereka juga merefleksikan bagaimana perilaku baru yang lebih efektif dapat berkembang dari hasil pembelajaran. Fasilitator berperan penting untuk membantu peserta merasa memiliki dan bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya.

Dengan menjalani seluruh tahapan ini, peserta tidak hanya memahami konsep baru, tetapi juga menginternalisasi pengalaman menjadi pengetahuan yang hidup sehingga pengetahuan bisa diterapkan, diadaptasi, dan dihidupkan kembali dalam berbagai konteks kerja maupun kehidupan.

Contoh Experiential Learning

Proses experiential learning tidak selalu dimulai dari pengalaman langsung. Setiap orang dapat memilih cara belajar yang paling efektif berdasarkan situasi tertentu. Di sinilah tujuan pembelajaran berperan, membantu peserta mencapai hasil yang diinginkan dari proses experiential learning.

Misalnya, bayangkan kita ingin belajar mengemudi mobil. Beberapa orang mungkin memilih memulai dari refleksi dengan mengamati orang lain mengemudi, sementara yang lain lebih suka memulai secara abstrak, misalnya dengan membaca dan menganalisis buku panduan mengemudi. Sebagian lagi mungkin langsung praktik langsung di kursus mengemudi untuk merasakan pengalaman nyata.

Berikut tiga contoh experiential learning:

1. Belajar Bersepeda

  • Reflective Observation: Memikirkan cara mengendarai sepeda dan mengamati orang lain yang sedang bersepeda.
  • Abstract Conceptualization: Memahami teori dan konsep bersepeda dengan jelas.
  • Concrete Experience: Mendapatkan tips praktis dan teknik dari seorang ahli sepeda.
  • Active Experimentation: Langsung mencoba mengendarai sepeda sendiri.

2. Belajar Menjadi Coach

  • Concrete Experience: Dibimbing seorang coach saat melatih orang lain.
  • Active Experimentation: Menerapkan keterampilan interpersonal yang dimiliki untuk menemukan gaya coaching sendiri.
  • Reflective Observation: Mengamati cara orang lain melatih.
  • Abstract Conceptualization: Membaca artikel atau referensi untuk memahami kelebihan dan kekurangan berbagai metode coaching.

3. Belajar Menjadi HR Coach atau Talent Developer

  • Reflective Observation: Mengamati HR senior atau mentor saat melakukan coaching atau sesi pengembangan karyawan. Memperhatikan cara mereka berinteraksi, memberi feedback, dan membangun hubungan dengan peserta.
  • Abstract Conceptualization: Memahami teori coaching, prinsip pengembangan SDM, dan metode mentoring melalui buku, artikel, atau materi pelatihan.
  • Concrete Experience: Mengikuti sesi coaching di bawah bimbingan mentor, melakukan role-play, atau memimpin sesi pengembangan karyawan secara langsung dengan arahan dan tips dari fasilitator.
  • Active Experimentation: Menerapkan keterampilan coaching sendiri, memimpin sesi pengembangan karyawan, memberikan feedback, dan menyesuaikan pendekatan berdasarkan pengalaman nyata.

Kenapa Experiential Learning ini Penting?

Experiential learning menekankan bahwa pembelajaran yang paling bermakna terjadi melalui pengalaman langsung, refleksi, dan penerapan experiential learning. Dengan pendekatan ini, peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga:

  • Menginternalisasi pengalaman sehingga menjadi pengetahuan yang hidup
  • Meningkatkan keterampilan praktis yang bisa diterapkan di pekerjaan
  • Mengasah kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, kolaborasi, dan pengambilan keputusan

Pendekatan ini sangat relevan untuk program fasilitasi dan pelatihan di dunia kerja, karena membantu peserta belajar secara lebih aktif, reflektif, dan kontekstual sehingga hasil pembelajaran bisa langsung berdampak pada kinerja individu dan tim.

Di Gtrust Consultancy, kami percaya bahwa experiential learning adalah pengembangan SDM yang efektif. Semua program fasilitasi dan pelatihan yang kami gunakan untuk perusahaan-perusahaan dirancang agar peserta:

  • Terlibat aktif dalam proses belajar
  • Menemukan makna dari pengalaman mereka sendiri
  • Menerapkan pembelajaran langsung dalam konteks kerja

Jika ingin mempelajari lebih lanjut tentang experiential learning atau ingin mengetahui layanan kami yang relevan untuk HR, L&D, dan pemimpin di perusahaan, akses layanan kami di tautan berikut Strategic FacilitationFacilitated Learning, dan Corporate Training atau hubungi kami langsung di +62 811-1815-078.

Sumber

Experiential Learning. The University of Queensland Australia. https://itali.uq.edu.au/teaching-guidance/teaching-practices/active-learning/experiential-learning 

Experiential Learning. Northern Illinois University Center for Innovative Teaching and Learning. https://www.niu.edu/citl/resources/guides/instructional-guide/experiential-learning.shtml 

What Is Experiential Learning?. Institute of Experiential Learning. https://experientiallearninginstitute.org/what-is-experiential-learning/ 

Ali, D. (2018, July 24). Experiential learning, methods, principles, & practices. Outlife. https://www.outlife.in/experiential-learning.html 

Share: